Ponorogo, Warokmedia.com – Setiap tahun, menjelang malam 1 Suro, Kabupaten Ponorogo melaksanakan tradisi Kirab Pusaka leluhur yang diselenggarakan dengan suasana penuh kesakralan. Tradisi ini mengharuskan masyarakat untuk mematuhi sejumlah larangan guna menjaga kesakralannya. Kirab Pusaka tahun 2024 akan diadakan pada 5 Juli pukul 21.00 WIB, dimulai dari Pringgitan (Rumah dinas Bupati Ponorogo) dan berakhir di Makam Bathoro Katong. Suasana sakral dari kirab ini ditandai dengan laku bisu yang dilakukan oleh para pengiring dan pembawa pusaka. Selain itu, selama kirab berlangsung, rute yang dilalui harus sunyi, termasuk mematikan lampu penerangan jalan. Masyarakat juga diimbau untuk menjaga ketenangan dan tidak menyalakan flash ponsel agar kesakralan kirab tetap terjaga.
Kirab ini menampilkan tiga pusaka utama setiap malam satu Suro, yakni Tombak Kanjeng Kyai Tunggul Nogo, payung Kyai Tunggul Wulung, dan angkin atau Cinde Puspito. Namun, keris Kyai Kodok Ngorek sudah tidak ditemukan lagi sejak masa pemerintahan Bupati Cokronegoro yang kedua. Keris ini sebelumnya menjadi pusaka Ponorogo sampai masa Eyang Cokronegoro kedua. Sementara itu, pusaka Kanjeng Tunggul Nogo dan Tunggul Wulung berasal dari masa Majapahit dan merupakan milik Eyang Brawijaya kelima.
Sunarso menjelaskan bahwa saat terjadi perebutan kekuasaan, kedua pusaka ini dirawat oleh Eyang Joyodrono dan Joyodipo. Brawijaya dalam pesannya menyebutkan bahwa keturunannya yang akan menemukan tombak tersebut. Joyodrono pergi ke Ponorogo dan bertapa, hingga dalam perjalanannya bertemu dengan Batoro Katong, Patih Seloaji, dan Ki Ageng Mirah. Kehebatan tombak Kiai Tunggul Nogo terbukti saat Ponorogo diserang oleh Ki Ageng Kutu setelah shalat Jumat. Dengan hanya 40 santri, Batoro Katong tampak akan kalah melawan pasukan Ki Ageng Kutu yang berjumlah 200. Namun, dengan bantuan Patih Seloaji yang ahli dalam berperang, tombak tersebut digunakan untuk menghadang musuh sehingga menyebabkan kuda Ki Ageng Kutu lari ketakutan.
Discussion about this post